Informasi

Greenwashing: Ketika Brand Mengaku Ramah Lingkungan, Tapi Cuma Gimik

Greenwashing

Greenwashing, Bahkan lebih dari sekali. Awalnya karena saya memang mulai peduli sama isu lingkungan—mulai kurangi plastik, pilih barang lokal, bawa tote bag sendiri, yang gitu-gitu lah. Terus pas lihat ada produk dengan label “Go Green”, “Sustainable”, “100% Natural”, saya langsung beli tanpa mikir panjang.

Waktu itu rasanya kayak… bangga gitu. “Yes, gue jadi konsumen yang sadar lingkungan.” Tapi setelah baca-baca lebih dalam, saya baru sadar: nggak semua klaim hijau itu jujur. Banyak yang cuma pinter main kata.

Dan di situlah saya kenal istilah greenwashing.

Pernah Ngerasa Udah Belanja Produk Ramah Lingkungan, Tapi Kok Tetap Nggak Nyaman di Hati?

Greenwashing

Apa Itu Greenwashing?

Greenwashing adalah strategi marketing di mana perusahaan atau brand membuat produk atau kebijakan mereka terlihat lebih ramah lingkungan dari kenyataannya. Tujuannya? Biar menarik konsumen yang peduli lingkungan—kayak saya, atau mungkin juga kamu.

Mereka pakai istilah-istilah hijau, warna hijau di kemasan, gambar daun, embel-embel “organik” atau “alami”—padahal setelah ditelusuri, dampak lingkungannya masih besar, atau proses produksinya justru bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka klaim.

Contohnya:

  • Botol air plastik sekali pakai dengan tulisan “100% Recyclable” padahal produksinya masih boros energi dan nggak semua daerah punya sistem daur ulang yang mendukung.

  • Brand fashion cepat yang tiba-tiba bikin “koleksi hijau” padahal bisnis modelnya tetap fast fashion, boros air dan tenaga kerja murah.

  • Label “eco-friendly” di produk pembersih rumah tangga, tapi gak nyantumin sertifikasi atau bukti bahan-bahannya aman.

Pengalaman Pribadi: Beli Karena Label, Menyesal Setelahnya

Satu cerita yang paling saya inget: saya beli sabun mandi cair dari brand gede, karena kemasannya bilang “Eco-Friendly, Vegan, No Animal Testing.” Lengkap banget pokoknya. Waktu itu saya ngerasa keren.

Tapi pas lagi scrolling TikTok, ada akun yang ngebongkar brand itu. Ternyata mereka emang nggak uji coba ke hewan—tapi supplier bahan bakunya? Belum tentu. Dan “eco-friendly” itu cuma klaim, gak ada sertifikat apa-apa. Belum lagi, botol plastiknya tetap single-use dan gak pakai bahan daur ulang.

Rasanya kayak ditampar. Di situ saya sadar, jadi konsumen sadar lingkungan tuh gak cukup percaya sama kemasan. Kita harus cari tahu lebih dalam.

Kenapa Greenwashing Itu Bahaya?

Greenwashing

1. Menipu Konsumen yang Niat Baik

Banyak orang udah mulai niat mengubah gaya hidup jadi lebih berkelanjutan. Tapi greenwashing bikin mereka tertipu dan kehilangan kepercayaan.

2. Menghambat Gerakan Lingkungan Asli

Brand yang benar-benar peduli lingkungan jadi tersaingi sama brand besar yang punya uang buat marketing doang, bukan buat perubahan nyata.

3. Bikin Kita Merasa Cukup Padahal Belum

Kita ngerasa udah “hijau” cuma karena beli produk tertentu. Padahal gaya hidup berkelanjutan itu lebih dari sekadar konsumsi.

4. Mengalihkan Perhatian dari Solusi Nyata

Konsumen sibuk mikirin kemasan “biodegradable”, padahal problem utama ada di sistem produksi masal yang gak berkelanjutan.

Ciri-Ciri Produk yang Mungkin Sedang Greenwashing

Kalau kamu nemu produk yang:

  • Menggunakan kata-kata seperti “natural”, “ramah lingkungan”, “hijau” tanpa bukti jelas.

  • Gak mencantumkan sertifikasi resmi seperti Ecolabel, FSC, Cruelty Free, atau B Corp.

  • Gak transparan soal rantai pasok, bahan baku, atau proses produksi.

  • Fokus di kemasan tapi tidak pada isi produk atau prosesnya.

  • Hanya sebagian kecil dari produk yang “hijau”, sementara lini lainnya masih konvensional.

…nah, patut dicurigai.

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Sebagai Konsumen?

Greenwashing

1. Jangan Takut Jadi Konsumen Cerewet

Cek label. Googling. Tanya ke brand-nya langsung kalau perlu. Gak apa-apa. Kita punya hak tahu dikutip dari laman resmi Green Network Asia.

2. Cek Sertifikasi

Ada banyak label yang kredibel seperti:

  • Ecolabel EU (untuk produk yang ramah lingkungan)

  • B Corp (untuk bisnis beretika dan bertanggung jawab sosial)

  • Fairtrade (untuk produk yang adil ke petani dan pekerja)

  • Rainforest Alliance (untuk perlindungan lingkungan dan sosial)

3. Lebih Sering Pakai, Bukan Lebih Sering Beli

Gaya hidup berkelanjutan itu bukan cuma soal produk hijau, tapi juga soal mengurangi konsumsi. Beli kalau perlu. Pakai sampai habis. Perbaiki kalau rusak.

4. Dukung Brand yang Transparan, Walau Belum Sempurna

Brand yang jujur mengakui kekurangannya tapi berkomitmen memperbaiki—itu layak didukung. Lebih baik daripada yang bersembunyi di balik kemasan hijau.

Kesimpulan: Greenwashing Itu Bikin Lelah, Tapi Kita Gak Harus Pasrah

Jadi konsumen yang sadar lingkungan memang nggak gampang. Tapi itu bukan alasan buat nyerah. Justru, semakin kita kritis, semakin brand akan merasa harus berubah.

Jangan takut tanya, jangan langsung percaya. Dan kalau kamu pernah tertipu kayak saya? Gak apa-apa. Yang penting sekarang kita tahu, dan bisa lebih hati-hati ke depannya.

Karena jadi bagian dari solusi bukan cuma soal beli produk hijau. Tapi juga soal pilihan, pengetahuan, dan kesadaran.

Baca Juga Artikel dari: Tebing Breksi: Pesona Alam Unik di Sleman, Jogja

Baca Juga Konten dengan Aritkel Terkait Tentang: Informasi

Author