Dieng Plateau: Keindahan Alam Negeri di Atas Awan

Dieng Plateau Jujur aja, waktu pertama kali saya sampai di Dieng Plateau, rasanya kayak masuk dunia yang benar-benar berbeda. Kabut tipis menyelimuti jalan, suhu dingin menusuk tapi nagih, dan pemandangan alamnya luar biasa. Sebelumnya saya sempat ragu mau ke sini karena katanya medannya cukup ekstrem. Tapi ternyata dengan persiapan yang pas, semua bisa dilalui dengan lancar.
Dari Wonosobo, saya menempuh perjalanan sekitar 1–1,5 jam. Jalanannya menanjak dan berkelok-kelok, tapi justru itu yang bikin seru. Apalagi sambil dengerin musik favorit dan buka jendela mobil, angin dingin langsung nyelonong masuk bikin melek sepanjang jalan. Dieng Plateau Alamat lengkap: Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara & Wonosobo,Provinsi Jawa Tengah, Indonesia
Article Contents
- 1 Bukit Sikunir: Sunrise Terenak yang Pernah Saya Lihat
- 1.1 Kawah Sikidang: Bau Belerang, Tapi Tetap Bikin Betah
- 1.2 Candi Arjuna: Sejarah di Balik Kabut
- 1.3 Suhu Super Dingin: Persiapan Pakaian Jangan Sampai Lupa
- 1.4 Telaga Warna dan Telaga Pengilon: Ketenangan di Tengah Alam
- 1.5 Kuliner Dieng: Mencoba Kentang Khas Dataran Tinggi
- 1.6 Dieng Culture Festival: Suasana Magis yang Beda dari yang Lain
- 1.7 Tips Praktis dan Pengalaman Pribadi yang Nggak Terlupakan
- 1.8 Spot Instagramable yang Nggak Boleh Dilewatkan
- 1.9 Sinyal dan Internet: Siap-Siap Off the Grid
- 1.10 Belajar Banyak dari Warga Lokal
- 1.11 Camping di Dieng: Antara Seru dan Beku
- 1.12 Transportasi: Nggak Punya Mobil Sendiri? Tenang Aja!
- 1.13 Waktu Terbaik ke Dieng? Tentu Saja Musim Kemarau
- 2 Author
Bukit Sikunir: Sunrise Terenak yang Pernah Saya Lihat
Kalau kamu travel ke Dieng Plateau tapi belum ke Bukit Sikunir, fix kamu harus balik lagi. Serius! Spot ini terkenal banget dengan golden sunrise-nya. Tapi perjuangannya lumayan sih. Saya harus bangun jam 3 pagi, nyiapin jaket tebal, senter, dan semangat yang nggak kendor.
Setelah trekking sekitar 30 menit, sampai juga di puncak. Dan, wow… waktu matahari mulai muncul dari balik awan, saya cuma bisa melongo. Pemandangannya bener-bener memanjakan mata. Semua rasa capek langsung ilang seketika.
Kawah Sikidang: Bau Belerang, Tapi Tetap Bikin Betah
Next stop, saya ke Kawah Sikidang. Ini tempat unik banget karena kita bisa lihat aktivitas vulkanik secara langsung. Bau belerangnya memang kuat, tapi itu yang bikin pengalaman makin terasa nyata. Kawah ini luas, dan uap panas terus keluar dari lubang-lubang kecil di tanah.
Saya sempat nyobain jalan-jalan pakai masker karena aromanya lumayan nyengat. Tapi karena penasaran, saya tetap mendekat ke kawah utama. Di sana ada pagar pembatas buat pengunjung biar aman. Sambil foto-foto, saya juga sempat ngobrol sama penjaga yang cerita soal aktivitas kawah yang kadang meningkat.
Candi Arjuna: Sejarah di Balik Kabut
Candi Arjuna dan kompleksnya adalah saksi bisu peradaban Hindu di masa lalu. Meski bentuknya kecil, aura mistis dan tenangnya bikin saya betah duduk-duduk di sekitarnya. Kabut yang turun perlahan waktu pagi bikin suasana tambah syahdu.
Yang bikin saya kagum, candi-candi ini masih berdiri kokoh meski sudah berabad-abad. Di sekitar candi, ada rumput hijau yang terawat dan suasananya adem banget. Saya sempat baca bahwa candi ini digunakan untuk pemujaan dewa-dewa Hindu oleh orang Jawa Kuno.
Suhu Super Dingin: Persiapan Pakaian Jangan Sampai Lupa
Ini penting banget. Dieng Plateau tuh dinginnya nggak main-main, terutama pagi hari. Waktu saya ke sana, suhu bisa turun sampai 4°C. Bahkan katanya, pas musim kemarau, bisa muncul embun es atau yang disebut “bun upas” oleh warga lokal.
Saya sempat kedinginan karena cuma bawa jaket biasa. Jadi tips dari saya, bawa jaket tebal, sarung tangan, kupluk, dan kaos kaki. Jangan remehkan udara dingin, apalagi kalau kamu datang dari daerah panas kayak Jakarta atau Surabaya.
Telaga Warna dan Telaga Pengilon: Ketenangan di Tengah Alam
Salah satu spot paling cantik di Dieng Plateau menurut saya adalah Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Dua danau ini lokasinya berdampingan tapi punya karakter berbeda. Telaga Warna airnya bisa berubah-ubah karena kandungan sulfur, sedangkan Telaga Pengilon tenang dan bening.
Saya sempat duduk di salah satu gazebo sambil ngopi. Rasanya damai banget. Bahkan suara serangga dan gemericik air pun kedengeran jelas. Kalau kamu butuh healing, ini tempat yang pas.
Kuliner Dieng: Mencoba Kentang Khas Dataran Tinggi
Nah, soal makanannya, saya suka banget sama kentang goreng Dieng Plateau. Kentangnya beda, karena teksturnya lebih padat dan rasa manisnya alami. Di pinggir jalan, banyak yang jual kentang goreng hangat. Ada juga carica, buah khas yang dibuat manisan. Rasanya asam-manis segar, cocok dijadikan oleh-oleh.
Saya juga nyobain mie ongklok khas Wonosobo waktu perjalanan turun. Rasanya unik, ada kuah kental dengan bumbu kacang yang bikin nagih.
Dieng Culture Festival: Suasana Magis yang Beda dari yang Lain
Saya belum sempat datang pas festivalnya, tapi teman saya bilang, pengalaman nonton Dieng Plateau Culture Festival itu luar biasa. Ada ritual potong rambut anak-anak gimbal, pertunjukan seni, dan pesta lampion. Katanya magis banget, apalagi waktu malam saat semua orang menerbangkan lampion bersama.
Festival ini biasanya digelar setiap tahun di bulan Agustus. Jadi kalau kamu mau ke Dieng, coba deh rencanain waktu yang pas sama jadwal festival ini.
Tips Praktis dan Pengalaman Pribadi yang Nggak Terlupakan
Waktu saya rencanain perjalanan ke Dieng Plateau, saya hampir aja batal gara-gara teman saya bilang jalannya serem. Tapi ternyata, kalau bawa kendaraan dalam kondisi prima dan hati-hati, semua aman. Warga lokal juga ramah banget dan siap bantu kalau kamu nyasar atau butuh info.
Pastikan kamu booking penginapan dari jauh-jauh hari, apalagi kalau musim liburan. Saya nginep di homestay lokal, dan justru itu yang bikin pengalaman lebih autentik. Sambil ngobrol sama ibu pemilik rumah, saya jadi tahu banyak cerita soal kehidupan di Dieng Plateau.
Spot Instagramable yang Nggak Boleh Dilewatkan
Kalau kamu doyan foto, wah… di sini surganya. Mulai dari jembatan di Telaga Warna, kabut pagi di Candi Arjuna, sampai panorama Bukit Sikunir, semua punya pesonanya sendiri. Saya pribadi suka banget foto siluet waktu sunrise. Warna langitnya tuh nggak bisa dijelasin dengan kata-kata.
Bawa kamera yang bagus atau paling tidak HP dengan fitur wide angle. Dan pastikan baterai penuh karena di beberapa titik susah cari colokan listrik.
Sinyal dan Internet: Siap-Siap Off the Grid
Nah ini yang agak tricky. Di beberapa area Dieng, sinyal internet lemah atau bahkan nggak ada. Jadi sebelum berangkat, saya udah unduh semua peta offline dan screenshot itinerary. Tapi justru ini sisi positifnya, karena saya jadi lebih menikmati momen tanpa gangguan notifikasi.
Belajar Banyak dari Warga Lokal
Satu hal yang saya pelajari di Dieng Plateau adalah cara warga lokal hidup berdampingan dengan alam. Mereka tahu kapan waktu terbaik bertani, cara menghadapi embun es, dan tetap menjaga lingkungan. Bahkan ada larangan untuk buang sampah sembarangan yang mereka patuhi dengan disiplin.
Waktu saya ngobrol dengan salah satu petani, dia bilang kalau hidup di Dieng Plateau itu penuh syukur. Alam memang keras, tapi juga murah hati. Kalimat itu masih nempel sampai sekarang.
Camping di Dieng: Antara Seru dan Beku
Saya belum pernah camping langsung, tapi ada beberapa teman yang nyoba dan katanya seru banget. Di sekitar Bukit Sikunir atau Telaga Cebong, banyak yang buka lahan untuk tenda. Tapi kamu harus siap mental dan fisik. Malam hari bisa sangat dingin, jadi sleeping bag dan matras hangat wajib banget.
Kalau kamu tipe petualang, ini cara seru buat ngerasain Dieng lebih dekat. Tapi kalau kamu lebih nyaman di penginapan, juga nggak masalah. Yang penting tetap menikmati momennya.
Transportasi: Nggak Punya Mobil Sendiri? Tenang Aja!
Buat kamu yang nggak bawa kendaraan pribadi, ada banyak pilihan. Dari Stasiun Purwokerto atau Terminal Mendolo Wonosobo, kamu bisa lanjut naik angkot atau sewa mobil. Ada juga paket wisata harian dari Wonosobo yang cukup terjangkau.
Saya pribadi waktu itu carter mobil bareng teman-teman. Bagi biayanya jadi lebih murah, dan kita bisa bebas atur waktu dan destinasi.
Waktu Terbaik ke Dieng? Tentu Saja Musim Kemarau
Saya saranin datang antara bulan Juni sampai Agustus. Selain cuacanya cerah, peluang lihat sunrise jadi lebih besar. Tapi karena ini juga musim ramai, pastikan kamu pesan penginapan lebih awal.
Saya sempat ke sana bulan Juli, dan walaupun rame, suasananya tetap nyaman. Cuma ya itu, antrean di Bukit Sikunir agak panjang, jadi datang lebih awal biar dapat spot terbaik.
Baca Juga Artikel Berikut: Pulau Macan: Keindahan Tersembunyi yang Dekat dari Jakarta