Titiek Puspa: Perempuan Tangguh di Balik Lirik yang Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa Aku masih ingat banget, waktu itu aku lagi duduk sendirian di dapur, nyari udara malam setelah seharian mumet kerjaan nggak kelar-kelar. Dari speaker kecil yang wikipedia udah mulai sember, tiba-tiba lagu “Apanya Dong” nyaut pelan. Suaranya Celeberity nya khas banget. Nggak bisa salah, itu suara Ibu Titiek Puspa.
Entah kenapa, malam itu aku nggak langsung skip. Biasanya sih aku lebih seneng dengerin lagu-lagu baru. Tapi ada yang aneh… suara beliau tuh kayak langsung nyeret aku balik ke masa kecil, masa di mana lagu-lagu beliau jadi latar belakang kehidupan emak aku yang super tangguh.
Dan dari situ aku mulai cari tahu lebih banyak soal beliau. Bukan dari Wikipedia aja, tapi dari rekaman wawancara, potongan klip, sampai arsip majalah lawas. Dan jujur, makin aku gali, makin kagum.
Article Contents
- 0.1 Awal Perkenalan yang Terlambat (Tapi Nggak Pernah Terlalu Terlambat)
- 0.2 Pelajaran Pertama: Berkarya Itu Harus Nggak Takut Dianggap Aneh
- 0.3 Pelajaran Kedua: Jadi Perempuan Itu Harus Tahan Dihina dan Tetap Melaju
- 0.4 Pelajaran Ketiga: Berkarya Bukan Cuma Buat Uang, Tapi Buat Diingat
- 0.5 Lagu-Lagu yang Jadi Pelajaran Hidup (dan Playlist Setiaku Sekarang)
- 0.6 Saat Titiek Puspa Melawan Kanker dan Menang
- 0.7 Penutup: Kalau Nanti Aku Tua, Aku Mau Seperti Dia
- 1 Author
Awal Perkenalan yang Terlambat (Tapi Nggak Pernah Terlalu Terlambat)
Dulu aku pikir, Titiek Puspa itu cuma penyanyi zaman dulu yang sering diputar di TVRI pas malam tahun baru. Tapi ternyata, beliau bukan cuma penyanyi. Dia penulis lagu, aktris, aktivis, dan penyintas kanker. Satu paket lengkap, bahkan sebelum istilah “multi-hyphenate woman” jadi tren.
Bayangin ya, beliau udah nyiptain ratusan lagu dari tahun 50-an. Dan banyak dari lagu itu bukan cuma tentang cinta-cintaan, tapi soal hidup, perjuangan, keluarga, dan perempuan. Salah satu yang bikin aku mewek parah adalah lagu “Bing” — lagu penghormatan buat Bing Slamet, sahabat beliau. Setiap kata dalam lagu itu tuh… kayak nembus dada. Ngilu tapi hangat.
Pelajaran Pertama: Berkarya Itu Harus Nggak Takut Dianggap Aneh
Titiek Puspa tuh nggak takut tampil beda. Kalau kamu pernah lihat penampilannya, dia selalu punya gaya khas. Kadang bajunya nyentrik, kadang gaya rambutnya bikin orang geleng-geleng. Tapi dia cuek. Dan bukan sok nyentrik, tapi emang dia autentik.
Aku inget banget waktu dia bilang di salah satu wawancara, “Saya lebih baik jadi diri sendiri dan orang mengingat saya, daripada ikut-ikutan tren dan dilupakan.”
Dan bener aja. Di usia 80-an pun, orang masih inget nama dan karyanya. Beda sama beberapa penyanyi zaman sekarang yang viral sebentar, habis itu lenyap kayak kerupuk direndem kuah bakso.
Aku jadi mikir, selama ini aku sering banget nunda-nunda bikin proyek konten karena takut nggak sesuai “selera pasar”. Tapi Titiek Puspa ngajarin: pasar itu berubah, tapi kalau kamu tulus dan konsisten, kamu akan punya tempat sendiri.
Pelajaran Kedua: Jadi Perempuan Itu Harus Tahan Dihina dan Tetap Melaju
Ini salah satu bagian hidup beliau yang bikin aku gemetar. Jadi dulu, waktu awal kariernya, beliau sempet dihina karena suaranya dianggap “nggak feminin”. Ada juga yang bilang dia nggak cocok tampil di depan umum karena mukanya “biasa aja”.
Tapi, apa dia berhenti? Nggak. Dia malah terus nyanyi, terus nulis lagu, dan buktikan semuanya salah. Nggak pake marah-marah, nggak nyinyir di media sosial (ya iyalah, belum ada juga), dia bales semuanya lewat karya.
Aku jadi inget waktu aku pernah dikatain bos karena cara ngomongku “kurang elegan” pas presentasi. Dulu aku malu banget, pengen ngilang rasanya. Tapi ngeliat perjalanan Ibu Titiek, aku sadar: kita nggak bisa kontrol komentar orang, tapi kita bisa pilih respon kita.
Pelajaran Ketiga: Berkarya Bukan Cuma Buat Uang, Tapi Buat Diingat
Ini dalem banget. Di salah satu dokumenter yang aku tonton, beliau bilang, “Saya ingin hidup saya berguna. Kalau saya bisa menghibur orang dan membuat hidup mereka sedikit lebih ringan lewat lagu saya, itu sudah cukup.”
Wah, dalam dunia yang sekarang serba monetisasi, omongan itu bener-bener kayak tamparan. Aku pun jadi evaluasi ulang: kenapa aku nulis blog? Apakah cuma demi views dan adsense, atau karena aku pengen ngobrol sama pembaca, berbagi yang bener-bener mereka butuh?
Ibu Titiek ngajarin aku, legacy itu dibangun bukan dari uang, tapi dari dampak.
Lagu-Lagu yang Jadi Pelajaran Hidup (dan Playlist Setiaku Sekarang)
Beberapa lagu Titiek Puspa yang sekarang jadi temen setia aku di Spotify:
“Kupu-Kupu Malam”
Lagu ini dalam banget. Bukan sekadar soal perempuan malam, tapi tentang bagaimana kita gampang nge-judge orang tanpa tahu latar belakang hidup mereka.“Apanya Dong”
Awalnya aku dengerin karena judulnya lucu. Tapi ternyata isinya tuh sindiran halus soal hubungan yang saling menyalahkan. Ngena sih. Waktu aku lagi ribut sama pasangan, lagu ini tuh kayak jadi “pihak ketiga” yang bijak.“Doa Seorang Ibu”
Nah ini… bikin aku inget emak. Lagu ini punya kekuatan magis yang bisa bikin cowok paling bandel pun luluh. Sumpah.
Saat Titiek Puspa Melawan Kanker dan Menang
Salah satu hal paling gila dan inspiratif dari beliau adalah saat beliau kena kanker rahim. Tapi, dia lawan. Bukan cuma dengan pengobatan, tapi juga dengan semangat hidup yang luar biasa. Dia tetap tampil, tetap nyanyi, tetap aktif berkarya. Dan yang paling nyentuh, dia malah bikin lagu soal perjuangannya itu.
Sebagai orang yang pernah ngerawat orang tua yang juga berjuang lawan kanker, kisah ini bener-bener nyambung di hati. Aku ngerti banget gimana capeknya, stresnya, dan rasa takut yang tiap hari datang. Tapi lihat dia bisa tetap tersenyum, aku jadi sadar: hidup itu bukan soal berapa lama, tapi seberapa berarti kita menjalaninya.
Penutup: Kalau Nanti Aku Tua, Aku Mau Seperti Dia
Aku pernah nulis di buku harian—iya, masih pake buku tulis karena kadang ngetik di HP bikin distraksi—bahwa aku pengen jadi orang yang, kalau nanti udah tua, tetap punya semangat kayak anak muda. Masih punya suara, masih punya karya, dan masih bikin orang senyum.
Titiek Puspa tuh role model yang nggak cuma inspiratif dari segi karier, tapi juga dari sisi manusiawi. Beliau tuh kayak pelita yang nggak padam-padam meskipun angin zaman terus berhembus.
Kalau kamu sekarang lagi merasa stuck, ngerasa nggak cukup keren buat jadi sesuatu, coba dengerin lagu-lagunya. Bukan cuma buat nostalgia, tapi buat belajar bahwa jadi “berbeda” itu kadang adalah jalan menuju keabadian.
Baca Juga Artikel Ini: Philipe Ricci: Jam Tangan Elegan yang Terlihat Mewah, Tapi Nggak Bikin Kantong Bolong